Februari 25, 2008
AC Versus WC
AC - minum - WC - AC - minum - WC... seperti lingkaran setan saja.
Februari 18, 2008
Bapak Bersorban
Pakaiannya pun menunjukkan asalnya, timur tengah. Dengan busana dari katun dengan model seperti baju koko berlengan panjang. Atasan dan bawahannya sama-sama warna kuning. Yang paling mencolok adalah penutup rambutnya, yaitu sorban. Sorban berwarna putih yang membelit kepalanya. Ukuran sorban itu lumayan besar, seimbang dengan tubuhnya yang bulat dan besar.
Dia memaksa masuk ke dalam kantor. Tapi akhirnya menyerah dan memilih berdiri dekat pintu. Ternyata dia mau ketemu bos. Berhubung bos lagi tidak ada, dia pun pulang.
Salah satu partner kerja bercerita, si bapak bersorban sebelumnya juga pernah datang. Menariknya, di kunjungannya yang sebelumnya dia mengaku sebagai seorang peramal.
Februari 17, 2008
Kuberikan Sekolahku
Salah satu karakter dalam novel (yang true story Andrea Hirata semasa kecil) bernama Lintang. Seorang anak genius yang akhirnya terpaksa berhenti sekolah karena harus menghidupi keluarganya. Berbagai perasaan berkecamuk dalam diri teman-teman Lintang, rasanya seperti tak menerima nasib yang menimpa Lintang. Bagaimana mungkin seorang anak yang begitu menakjubkan kepintarannya dan mencintai ilmu serta sekolah segenap jiwa, harus melepas impiannya. Sementara (seperti yang ditulis dalam novel tersebut) anak-anak kaya banyak menyia-nyiakan sekolahnya.
Saya termasuk orang yang disindir itu. Jangan salah sangka, saya bukan anak orang kaya. Terbukti dari tagihan listrik, rumah bapak saya (tempat saya selama ini tinggal) cuma 900 watt. Saya juga bisa dibilang tidak menyia-nyiakan sekolah. Dari SD sampai SMA bisa dihitung pakai jari berapa kali saya dapat nilai merah, bisa lolos SMPB juga, lumayan kan berarti ada perjuangan dalam menumpuh jenjang pendidikan.
Tapi satu-satunya alasan saya mau tetap bersekolah sampai bangku kuliah karena saya merasa itu merupakan kewajiban saya pada orang tua. Hutang saya lunas ketika saya diwisuda. Dari kecil (bahkan dari TK) saya tidak suka sekolah, bangun pagi di hari sekolah begitu menyiksa. Duduk di kelas mendengarkan ceramah guru benar-benar membuat saya gelisah.
Hanya beberapa pelajaran yang saya suka, seperti bahasa indonesia, tata busana, dan elektronika. Waktu kuliah hanya mata kuliah seperti teknik kamera dan editing, praktikum media cetak, dsbnya. Bisa dilihat pelajaran yang saya sukai sebagian besar adalah yang praktikal.
Masa-masa sekolah saya sering tidak masuk sekolah bukan karena sakit (walau ini juga sering) tapi karena memang ogah ke sekolah. Untungnya, orang tua saya tipikal yang tidak mau memaksa saya harus ke sekolah saat ke-ogah-an saya kumat. Gini-gini saya anak bertanggung jawab, selalu bawa pulang rapor yang bagus dan membanggakan. Waktu kuliah makin parah lagi, saya sering cabut dan titip absen. Bapak saya yang rajin bangunin saya saja sampai tahu siapa teman-teman saya yang rajin nge-absenin saya. Sementara adik saya biasa koar-koar saat saya males ke kampus:
"Dek, ada beribu-ribu orang mau masuk ke jurusan loe! Tapi gagal gara-gara itu kampus lebih milih loe untuk kuliah di sana!"
Biasanya setelah kena ceramah adik saya ini, saya seketika bangun dan dengan lunglai pergi ke kampus tanpa mandi (karena sudah telat).
Saya selalu bilang ke teman-teman kalau saya ini pemalas. Saat dosen sedang mengajar, dengan brengseknya saya malah tidur dengan nyenyak. Belum lagi kalau udah mau dekat ujian, saya panik sendiri minjam catatan teman-teman yang rajin. Orang tua saya sempat khawatir apakah saya bisa lulus kuliah. Oiya, saya sudah beberapa kali terpaksa mengulang mata kuliah yang gagal. Tidak ada istilah 'mencuci' mata kuliah dalam kamus saya. Nilai C menurut saya sudah bagus.
Tapi, teman saya suatu hari bilang, kalau saya bukan pemalas tapi pragmatis. Kalau dipikir-pikir iya juga. Saya mau banget kalau disuruh kursus komputer, kursus masak, dll. Intinya asal ilmu yang didapat tidak cuma teori.
Novel Laskar Pelangi membawa saya sebuah perenungan. Di satu sisi, saya bersyukur bisa sekolah. Zaman sekarang pekerjaan yang bagus hanya bisa dikejar dengan ijazah. Pelajaran di sekolah menurut saya hanya berupa nilai dan ijazah. Tapi saya beruntung mendapatkan berbagai pengalaman dalam kehidupan bersekolah. Di sekolah (apalagi di kampus), saya bertemu orang-orang menakjubkan, kisah-kisah memukau, persahabatan yang erat, guru dan dosen yang berdedikasi.
Di sisi lain, ada satu hal yang terlintas saat membaca akhir cerita Laskar Pelangi, nasib Lintang yang menyedihkan. Hati saya berkata, "Lintang, andai bisa, saya mau memberikan kesempatan saya bersekolah dan kuliah untukmu." Rasanya akan lebih berguna...
Makin Bersih, Makin Muncul
"Dia seperti bisul atau jerawat. Semakin loe jaga kebersihannya, makin banyak muncul."
Saat itu dia sedang curhat tentang seorang cowok yang selalu muncul tiba-tiba di saat teman saya berusaha menjauhi dan menjaga jarak dengannya.
Analogi yang aneh. Membuat saya tertawa tapi juga memutar otak saya dan merenung...
Idealisme Atau Uang?
Sebagian besar teman saya bekerja di perusahaan well known dan bergaji besar (dengan gaji dua kali lipat daripada saya). Tapi, tak jarang pula saya sudah kenyang mendengar keluhan mereka tentang kerjaan. Mulai dari bos yang galak, kerjaan yang tidak ada habis-habisnya, penempatan di daerah yang tidak cocok, deadline yang gila-gilaan, merasa kalau kerjaannya monoton, tak bisa berkembang, penuh persaingan dan back stabber, sampai keluhan kerjaannya ternyata tidak cocok dengan ilmu yang didapat waktu kuliah atau tidak cocok dengan minat.
Sementara saya, tidak ada habis-habisnya bilang: bos saya baik, kerjaannya enak, gaji cukup, teman-teman kantor baik-baik banget, saya suka dengan kerjaan saya. Satu-satunya yang saya keluhkan adalah jarak antara rumah ke kantor yang lumayan jauh dan bukan jadi wartawan.
Saya tipe pemimpi, yang mengejar kenyamanan. Selama gaji bisa mencukupi kebutuhan saya (dan bantu-bantu keluarga), saya sudah bersyukur banget. Teman-teman dekat saya serupa dengan saya, orang-orang yang mengejar pemenuhan jiwa dibanding kepuasan materi atau kesuksesan jabatan.
Sampai suatu hari teman saya berkata:
"Siapa tahu kita nanti jadi kaya."
Langsung saya bantah:
"Susah boo, kita jadi kaya. Yang bisa kaya itu orang-orang ambisius."
Teman saya: "Iya sih, kita mah ga ambisius ya, nek."
Saya : "Kita tukang mimpi."
Teman saya: "Ya udah gue cari teman yang ambisius aja deh."
Saya: "Biar kecipratan kaya?"
Teman saya: "Pastinyaaaa...."
Dasar Bunglon! Huahahahah
Blog Lowongan Kerja
Blog ini pun terinspirasi dari teman-teman saya yang berlatar pendidikan komunikasi yang agak kesulitan mencari informasi lowongan kerja. Jadi, siapa tahu blog yang saya buat ini bisa membantu mereka.
Silahkan berkunjung dan jangan lupa tinggalkan comment di guestbook-nya, ya. Thanks
Ini dia link-nya: http://lokerkom.blogspot.com
Tong Sampah
Setiap manusia memiliki cerita dan kisah. Itu yang selalu dalam benak saya. Tapi hidup membawa saya ke suatu pemikiran, setiap benda pun memiliki cerita, punya masa lalu yang bersejarah baginya, saksi dari berbagai kehidupan di sekelilingnya. Andai benda bisa berbicara, pasti banyak kisah yang tumpah dari dirinya.
Tong sampah yang tampak tak bernilai dan rendahan, dia juga telah menjadi saksi kehidupan orang-orang Jakarta. Siapakah pembuatnya? Siapakah yang memprakarsai-nya? Bisa saja yang pertama kali membuat perintah untuk membuat tong sampah ini adalah seseorang yang saya pernah temui. Atau si pembuat tong sampah adalah seseorang yang saya kenal.
Mungkin saja saat si pembuat tong sampah sedang serius membuatnya, istrinya baru saja melahirkan anak pertama. Atau orang yang menyuruh membuatnya, saat itu sedang dirudung masalah karena anaknya sedang sakit demam berdarah.
Lalu, orang-orang yang telah membuang sampah di tong sampah itu. Sudah berapa banyak? Pastinya tak terhitung lagi. Dari berbagai orang itu, pastilah ada orang yang saya kenal dan pernah saya temui, walau hanya sepintas lalu.
Persinggungan yang tak ada habisnya. Dunia yang bulat ini, setiap manusia, setiap benda, saling berlintasan. Seirama dengan tarian alam semesta yang misterius...
Jalanan Ibukota
Orang Jakarta menghabiskan sebagian besar hidupnya di jalanan. Menempuh jarak yang begitu dekat saja harus memakan waktu sampai berjam-jam. Setiap sisi di Jakarta penuh dengan tempat-tempat bisnis dan hiburan. Jadinya sisi-sisi ini pun menjadi penting untuk disingahi. Alhasil, hanya di Jakarta yang jalanannya penuh dengan berbagai transportasi umum. Sebut saja mulai dari angkot, bus, sampai transportasi sederhana seperti becak.
Beberapa sudah saya rasakan "goncangannya". Dari yang paling wahid, apalagi kalau bukan "busway", sampai metro mini, kopaja, bus PPD, patas AC, angkot, kab, bajaj, doyok, ojek, dokar, dan becak.
Banyak yang belum saya naiki, sebut saja "perahu penerjang sampah" milik pemda yang beroperasi di sungai ciliwung (saya lupa namanya), rakit penyebrang di kali ciliwung, dan bemo.
Saya tipikal penebeng. Selain merasakan angkutan umum, saya termasuk "parasit" yang doyannya nebeng mobil sederhana, mobil mewah, motor bebek, sampai motor mewah milik teman-teman saya yang berbaik hati memberi tumpangan.
Lama-lama saya jadi terobsesi dengan jalanan ibukota yang tak ada duanya di negara dan daerah lain. Semrawut, macet, ramai, dll. Saya jadi ingin mencoba segala transportasi umum yang tersedia. Segala jurusan bus dan angkutan umum. Saya sampai pernah berpikir untuk membuat peta transportasi umum di Jabodetabek. Entah ini hanya mimpi sesaat atau mimpi yang telah karatan.
Yang pasti, hidup di jalanan Jakarta menawarkan segala macam pengalaman, cerita, penghiburan, dan samsara...
Ke Berbagai
Cicak-cicak di Dinding
"Aku sudah lama gak ngeliat cicak yang putus ekornya"
Saya hanya memandangnya bingung. Matanya masih tertuju pada langit-langit kamar yang putih. Saya balik bertanya,
"Kenapa tiba-tiba nanya gitu?"
Baru saat itulah dia menengok ke arah saya sambil menjawab:
"Waktu kecil sering banget lihat ekor cicak yang putus. Kayaknya dulu seru banget ngeliat cicak yang ekornya putus."
Lalu dia kembali merenung, menajamkan telinga berusaha mengejar jejak-jejak suara cicak-cicak yang berlarian. Entah di mana cicak-cicak itu, mungkin di balik lemari atau malah berada di luar kamar.
Potongan memori yang sederhana bisa menghantarkan senyuman maupun air mata. Mungkin terkesan tak bermakna bagi orang lain. Tapi selalu membawa kita ke suatu masa di mana hanya kita yang memilikinya....
Februari 14, 2008
Sebatang Coklat
dibelai dalam kelembutan
nelangsa telah lama hilang
hanya mata saling berpandang
Rapi Jali
Rata-rata blog mereka sangat rapi, tersusun dengan manis, menyamankan mata. Lalu saat beralih ke blog saya sendiri, tampaklah ketidakrapian yang menganggu. Tapi sudah susah payah berusaha dirapikan pun tetap aja tak menawan hati. Akhirnya malah membuat saya senewen sendiri. Yah sudahlah, apa adanya saja.
Februari 13, 2008
Diri Vs Orang Lain
"Which one shoould I choose? Fullfil my dreams or helping others?"
Ego diri harus diredam. Mimpi ditunda. Demi melayani dan membantu sesama. Kepentingan pribadi dikesampingkan. Benarkah? Yang mana sebaiknya?
Sahabat saya membalas sms dengan kalimat pendek:
"Fullfil others with your dreams..."
Makasih ya, Jun.