Mei 12, 2008

A Wake Up Call

Namanya juga manusia, biasanya tidak lepas dari yang namanya self denial. Saat seseorang dihadapi masalah atau kenyataan yang tidak mengenakkan, rata-rata yang pertama terjadi adalah self denial dan menganggap masalah tidak ada. Atau lebih parah, masalah dianggap akan berlalu begitu saja.

Setelah orang itu akhirnya sadar akan masalah yang memang nyata dan harus dihadapi, seseorang cenderung berlanjut ke menyalahkan orang lain. Saat tidak ada orang lain yang bisa disalahkan, Tuhan yang lalu disalahkan. Dengan mengeluh dan berkata, "Hidup tidak adil" atau "Mengapa harus terjadi padaku? Apa salahku?" bagi saya sama saja dengan menyalahkan Dia.

Saya sudah melalui tahap self denial, tapi untungnya tidak sampai ke tahap menyalahkan siapapun. Tentu saja ada masa-masa dimana saya harus melalui tahap menyalahkan ini, tapi kali ini saya menerima masalah tanpa menyalahkan.

Setelah 1 tahun saya membiarkan masalah dengan cueknya, akhirnya 'a wake up call' berbunyi nyaring. Kini, saya menyadari, memahami, dan menerima masalah itu. Tinggal satu saja, bertindak! Dan saya sedang melangkah ke arah sana.

Tidak ada yang disesali,
karena hidup begitu indah dan saya mensyukuri setiap detiknya.

Mei 10, 2008

Bolak-balik Aje

Pegalnya bukan main. Betis saya sampai sekarang rasanya masih ngilu. Apa lagi kalau bukan karena ketololan sendiri.

Awalnya, tadi pagi ada yang sms kalau mau pesan lulur green tea, milk, dan strawberry. Kebetulan pagi itu memang ada banyak pesanan untuk lulur merek Bali Alus. Jadi, entah karena otak sudah penuh atau sok tahu saya lagi kumat, saya langsung berasumsi kalau dia mesan Bali Alus.

Akhirnya setelah sms dan telfon beberapa kali, saya pun mendapatkan kesepakatan harga dan janjian bertemu jam 8 di depan kompleks rumah saya. Perjalanan dari rumah ke depan kompleks dengan berjalan kaki kira-kira 10 menit.

Tiba-tiba, jam 7-an customer saya itu menelefon kalau sudah sampai depan komplek saya. Saya pun bergegas pergi sambil tak lupa membawa pesanannya. Total ada 15 buah lulur Bali Alus. Karena tidak enak kalau dia sampai menunggu lama, saya pun mempercepat langkah.

Celingak-celinguk, akhirnya ketemu juga dengan customer saya itu. Seorang perempuan cantik, umur kira-kira 25-an, memakai baju hitam, dan mukanya tampak ramah. Setelah meminta maaf karena telah membuatnya menunggu, saya pun menyerahkan bungkusan pesanannya. Dia mengambil lulur aroma green tea dan tampak bingung.

"Mba, kok beda ya?" tanyanya.

Saya pun nyahut dengan pede-nya,"Iya, Bali Alus baru ganti kemasan."

Memang Bali Alus baru saja ganti kemasan, jadi di pasaran Jakarta, beberapa masih dalam kemasan lama.

Tapi dia pun bilang, "Saya pesannya kan Sekar Jagat..."

Dooooeeeengggg, jantung saya langsung berdebar. Ternyata dia pesan Sekar Jagat bukan Bali Alus. Sekar Jagat juga lulur dari Bali yang lagi heboh di kalangan para perempuan. Bali Alus juga lulur dari Bali, tapi belum se-booming Sekar Jagat. Dan, saya menjual kedua merek itu, baik Sekar Jagat maupun Bali Alus.

Saya pun balik ke rumah dengan setengah berlari untuk menukar pesanannya. Sementara customer saya naik motor (bersama seorang pria -entah pacar atau suami atau apalah, saya tidak nanya-) nyusul belakangan ke rumah saya.

Sesampai di rumah, saya seperti kesetananan langsung mencari Sekar Jagat dan membungkusnya. Customer saya pun nelpon dan bilang sudah sampai. Saya bergegas keluar, tapi... dia gak ada! Saya telponlah dia, eh nyata ternyata, dia nyasar. Memang rumah saya ini seperti labirin, membingungkan jalannya. Biar mudah, kita pun janjian di pos satpam.

Ditemani sepupu saya (cowok), kami berdua berjalan menuju pos satpam yang letaknya dekat palang masuk kompleks. Ini berarti saya dalam waktu kurang dari 1 jam sudah berjalan melewati jalan yang sama tiga kali. Badan saya sudah berkeringat, kaos saya basah, kaki saya pegal, nafas putus-putus, tapi yang terutama semangat saya masih menyala (ya iyalah mau dapat uang, gimana gak semangat ^_^ ).

Saya pun bertemu lagi dengan customer saya. Transaksi sukses, semua senang. Walau dia sempat bingung saat dikenalkan dengan sepupu saya. Kenapa bingung? Soalnya sepupu saya namanya sama dengan saya, Kadek. Namanya juga orang Bali, tak jauh dari Putu, Made, Nyoman, Kadek...

Saat berjalan pulang (ini berarti sudah yang ke-4 kali), saya sempat ngeluh:
"Dek, pegel kaki gue."
"Iyalah, bolak-balik gitu," sahut sepupu saya dengan logot Bali kental.
"Tapi lumayan jadi olahraga," kata saya berusaha menghibur diri.

Sepupu saya cuman angguk-angguk. Percakapan pun beralih... apalagi kalau bukan: 'cewe tadi cakep ya'.



Trio Reparasi Jam

Gde baru saja beli jam. Hanya dengan harga Rp. 30.000, dia sudah mendapatkan jam nan apik. Seperti anak kecil yang baru dapat kado dari Sinterklas, Gde tak bosan-bosan menatap jam-nya itu. Sampai mengajak bapak saya tebak-tebakan harganya berapa. Bapak dan ibu saya sempat terkecoh dan mikir kalau itu harganya ratusan ribu rupiah.

Pas tahu harganya cuman tiga puluh ribu saja, bapak saya langsung menyeletuk:
"Halaaahh, jam murahaaaan!"

Gde hanya tertawa saja. Tapi kemudian, selang beberapa detik, bapak saya menyahut lagi:
"Gde, bapak mau yang pake rantai besi gitu, ada gak?"

Spontan satu rumah tertawa terbahak. Yee, katanya murahan, tapi dia juga mau.

Seminggu setelah itu, giliran kakak saya yang meledek Gde. Waktu itu, Gde lagi-lagi menatap jamnya lama sekali. Kakak saya pun angkat bicara:
"Duh De, jam murahaan ajeee"

Gde hanya memasang muka asam. Eh tapi beberapa menit kemudian, kait jam-nya itu putus. Jam baru itu pun rusak. Gde hanya sebentar tampak menyesali jam-nya yang rusak itu. Karena memang pada dasarnya dia menganggap benda yah hanya benda.

Setelah itu, jam rusak itu pun menganggur. Sampai akhirnya hari ini, iseng-iseng saya bawa ke tukang reparasi jam dekat rumah. Reparasi jam yang biasa ada di pinggir jalan itu, loh. Nah, kali ini tukang reparasi-nya adalah kakek yang kira-kira berumur 60-an, kurus, dan berkacamata. Saat saya menghampiri tempat reparasi itu, ada 3 orang kakek-kakek lagi asyik bercanda. Awalnya saya bingung siapa tukang reparasinya, jadi saya tanya:

"Maaf pak, saya mau benerin jam. Ini tukangnya yang mana?"

Salah satu kakek nyahut sambil ketawa-ketawa:
"Oh bisa yang mana aja, Neng. Tinggal pilih."

Kedua kakek lainnya ikut ketawa. Diajak bercanda, yah saya ladenin:
"Waduh ini trio reparasi dong, pak? Kalah AB Three ya?"

Dalam hati saya mikir: 'Emang masih jaman AB Three? Ada juga 3 Diva.'

Kakek itu pun membalas:
"Oh iya dong, kalah tenar."

Singkat cerita, akhirnya tukang reparasi yang sebenarnya pun mengambil jam rusak dan memperbaikinya. Ceeess... cesss... cuman dalam hitungan detik (kira-kira 180 detik -hitungan detik kan?-) jam pun beres dan siap dipakai lagi.

Harga reparasinya berapa? Cuman goceng. Walau rasanya agak mahal juga yah hanya untuk membetulkan pengait jam. Medit banget sih, Dek!


Sudah Lama Juga

Hmm, kalau dipikir-pikir blog ini menganggur sudah lama juga. Apa yang terjadi selama 2 bulan ini? Banyak, tentu saja. Tapi entah kenapa, keinginan untuk menulis di blog timbul tenggelam. Hari ini tiba-tiba saja bagai lampu menyala di kepala, tangan mengetik begitu saja...